About Us

Di Antara Hutan dan Pikiran Digital, Sebuah Kontemplasi Seorang Penulis Kawasan Cepu Raya Kabupaten Blora

Di sebuah sudut Blora yang jarang disebut dalam peta wisata, aku, Heri ireng, menjejakkan kaki disetiap petang. Di lahan perkebunan kecil, di persil pinggir hutan jati Pakis Giyanti Sambong,  terbiasa dengan aroma pucuk ilalang dan tanah basah. Di sanalah tempat aku bersila, tempat pertemuan antara bisikan alam dan kegaduhan pikiran. Antara nyanyi sunyi pepohonan dan riuhnya analisa berita yang hendak diterbitkan.

Sebagai seorang pendiri beberapa media cetak dan online lokal di Kabupaten Blora dan kawasan Cepu Raya, aku telah menyaksikan wajah jurnalisme berubah: dari aroma tinta yang menguar di pagi hari hingga kecepatan cahaya di era digital. Tapi satu hal tak berubah—kerinduan untuk menyampaikan kebenaran dan makna.

Setiap artikel opini yang kutulis, setiap berita yang kuanalisa di blog Persdigi, bukan sebatas produk informasi. Melainkan buah perenungan. Hasil dialog diam-diam antara aku dan alam. Aku tidak ingin sekadar menjadi penyampai kabar. Aku ingin menjadi penyambung rasa.

Di tengah gelombang teknologi, aku belajar berdamai dengan kecanggihan. AI, yang dulu kusebut sebagai mesin, kini menjadi mitra sunyi. Bukan untuk menggantikan, tapi untuk melampaui keterbatasan waktu dan konsistensi diri. Aku memadukan kecanggihan itu dengan pengalaman: pengalaman saat mencium aroma sigromabur, bisikan denyut aspirasi warga desa, dan keharusan menyusun kata demi kata, kalimat demi kalimat dengan hati yang jernih.

Banyak yang bertanya: apakah berita dan opini yang kutulis adalah hasil kerja mesin? Tidak. Mereka adalah kerja batin. Mesin hanya membantu merangkai. Namun apapun itu, sumbernya tetap dari akar rumput, dari kesadaran jiwa, dan kegelisahan raga, dari kegundahan rakyat yang kutemui di sepanjang jalanan Blora. Pun, dari suara langit yang kudengar di pinggiran hutan saat senja.

Aku tidak mengejar viralitas. Aku mengejar ketepatan rasa. Setiap kalimat adalah semacam doa yang kutitipkan pada semesta digital maupun bumi dan antariksa, agar sampai pada hati yang mencari arah dan kedamaian. Semoga bukan hanya informasi, tapi juga inspirasi.

Aku percaya, berita yang baik bukan hanya yang cepat. Tapi yang dalam. Bukan hanya yang heboh. Tapi yang hidup dan bertumbuh. Dan untuk itu, aku harus terus menyatu dengan lahan, dengan hutan, dengan rakyat, dan ya... dengan teknologi yang sebenarnya sangat bijak sesuai perlakuan.

Aku bukan wartawan biasa. Aku adalah petapa digital, yang bertapa di antara algoritma dan akar rerumputan.

Dan di blog Persdigi, setiap berita yang Anda baca bukanlah sebatas informasi. Namun lebih dari sekedar jejak perjalanan panjang antara hati dan pikiran, antara kearifan lokal dan kecerdasan buatan, antara keheningan dan kecepatan.

Selamat membaca.