Sorotan Tajam Terhadap Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Galian C di Blora

Forum Pemred Media Blora mengadakan podcast dengan narasumber dari BUMD PT BPE, Ketua Komisi A DPRD Blora, dan perwakilan KCD ESDM Wilayah Kendeng Selatan untuk membahas masalah ini.
Forum Pemred Media Blora mengadakan podcast dengan narasumber dari BUMD PT BPE, Ketua Komisi A DPRD Blora, dan perwakilan KCD ESDM Wilayah Kendeng Selatan untuk kerusakan lingkungan.

Blora,– Kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan di Kabupaten Blora kian memprihatinkan, terutama di daerah Pegunungan Kendeng Selatan. Selain tambang minyak ilegal, kegiatan penambangan mineral galian C yang marak tanpa izin resmi semakin memperburuk situasi. Beberapa perbukitan habis digarap ekskavator oleh para penambang yang sering kali tidak memiliki izin produksi yang sah.

Forum Pemred Media Blora Ungkap Kendala Perizinan

Masalah ini kembali diangkat dalam podcast yang digelar oleh Forum Pemred Media Blora, Selasa (28/5/2024). Podcast tersebut menghadirkan empat narasumber dari berbagai lembaga terkait, yaitu BUMD PT BPE, Ketua Komisi A DPRD Blora, serta dua perwakilan dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah Kendeng Selatan. Diskusi ini bertujuan untuk mencari solusi atas kendala perizinan yang dihadapi oleh para penambang.

Hary Subiyantoro, host dari Forum Pemred, menyoroti persoalan perizinan yang berbelit. Ia menjelaskan bahwa kesulitan pengurusan izin produksi disebabkan oleh Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Dan Wilayah (Perda RTRW) yang diterbitkan pada tahun 2021, yang tidak mengakomodir kawasan pertambangan di Blora. Hal ini menyulitkan para pengusaha tambang untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

Kesulitan dalam Proses Revisi Perda RTRW

Kepala Seksi Pertambangan Mineral dan Galian C dari KCD ESDM Wilayah Kendeng Selatan, Hadi Susanto, mengakui bahwa Perda RTRW yang ada saat ini tidak mencakup kawasan pertambangan. Menurutnya, revisi Perda RTRW memerlukan kajian mendalam dan waktu yang panjang, karena masa berlaku Perda tersebut adalah lima tahun sejak ditetapkan.

"Memang sangat disayangkan Perda RTRW Blora tidak memasukkan kawasan pertambangan, sehingga kami sulit untuk memproses perizinan eksplorasi dan produksi dari para pengusaha tambang yang banyak diajukan kepada kami. Ya harus menunggu dalam waktu lima tahun sejak ditetapkan Perda RTRW, kecuali ada terobosan hukum untuk revisi Perda tersebut lebih cepat," jelas Hadi Susanto.

Komisi A DPRD Blora Akan Mengupayakan Revisi Perda

Saat dikonfirmasi, Ketua Komisi A DPRD Blora, Supardi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera membahas masalah ini di Komisi yang terkait. Ia juga menekankan pentingnya menambah frasa pertambangan di wilayah Kabupaten Blora dalam Perda RTRW, karena pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor tambang saat ini sangat minim dibandingkan dengan dampak kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang ditimbulkan.

"Kami akan bahas ini ke Komisi yang terkait dan kita bawa ke Sidang Paripurna untuk penambahan frasa pertambangan, untuk wilayah-wilayah di Kabupaten Blora. Karena saat ini pajaknya yang dipungut sangat minim, sedangkan dampak kerusakannya untuk lingkungan dan infrastruktur jalan tidak sebanding. Secepatnya kita cari solusi ini," tegas Supardi.