Puluhan Aktivis Front Blora Selatan (FBS) Geram atas Ketidakhadiran Pemerintah Desa Plantungan dan Soko
Blora,– Puluhan aktivis dari Front Blora Selatan (FBS) merasa geram atas ketidakhadiran Pemerintah Desa Plantungan dan Soko, serta pengelola pengeboran migas pada audiensi kedua di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Blora. Audiensi ini dipimpin oleh Ketua Komisi B DPRD Blora, Yuyus Waluyo dari Partai Nasdem, dan didampingi oleh dua anggota lainnya, Munawar dari PKB, dan Eko Adi Kuncoro dari PDIP, Rabu (10/07/2024).
Ketidakhadiran Pemerintah Desa dan Pengelola Pengeboran Migas
Absennya perwakilan dari Pemerintah Desa Plantungan dan Soko, serta pengelola pengeboran migas, memicu kemarahan dari aktivis FBS. Mereka merencanakan untuk melaporkan dugaan tindak pidana pengeboran minyak ilegal kepada aparat penegak hukum. Di lobi gedung DPRD, audiensi juga digelar dengan Forum Petani Hutan Blora Barat, yang dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD, Sakijan dari Partai Nasdem.
"Mohon maaf kami terlambat, karena kami juga harus menerima audiensi dari Forum Petani Hutan Blora Barat di ruang lobi, sementara anggota Komisi yang lain beserta Pimpinan Dewan lainnya, harus ke Jakarta untuk melayat meninggalnya suami dari rekan kami Ibu Lina Hartini," ujar Yuyus Waluyo menjelaskan keterlambatannya.
Absensi dan Teguran untuk Pemerintah Desa
Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo, kemudian mengabsen satu per satu peserta audiensi dari pihak pemangku kebijakan yang hadir, termasuk Asisten 2 Bupati Blora, Dinas PMD, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blora, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, SKK Migas, Pertamina EP Region 11, Polres Blora, KPP Pratama Blora, serta Kades, BPD, dan Bumdes dari Desa Plantungan dan Soko. Yuyus meminta agar Dinas PMD Blora memberikan surat teguran kepada Kepala Desa Plantungan dan Soko yang tidak menghadiri audiensi tersebut karena dianggap melecehkan kewibawaan DPRD Blora.
Pertanyaan Aktivis FBS
Di tempat yang sama, Trio Koordinator Aktivis FBS, Exy Agus Wijaya, Grex, dan Iwan Seken, mempertanyakan keabsahan Peraturan Kepala Desa (Perkades) yang mengatur bahwa Bumdes Plantungan bisa melakukan pengeboran minyak dengan modus pengeboran sumur air artesis.
"Perkades yang menjadi dasar pengelolaan sumur air artesis yang disebut limbah kemudian diperjualbelikan oleh Bumdes itu adalah modus. Mereka melakukan pengeboran minyak ilegal yang melanggar UU Hulu Migas. Kami minta segera cabut perkades itu, dan tutup semua sumur ilegal itu!" tandas Exy Agus Wijaya.
Tuntutan Hukum
Rohmad Dwiyanto alias Gawik, menegaskan bahwa pengeboran air artesis adalah modus dengan motif sebenarnya mencari minyak. Ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang pengelolaan minyak dan gas, serta Undang-Undang terkait Lingkungan Hidup karena pencemaran yang ditimbulkan oleh pengeboran ilegal tersebut.
"Setiap orang tidak diperbolehkan melakukan pengeboran tanpa seijin pengelola wilayah kerja pertambangan minyak dan gas. Pelanggaran ini bisa dituntut hukuman 6 tahun penjara dan denda hingga Rp 60 Milyar. Jadi harus ditutup dan dituntut secara hukum. Ini pidana yang merugikan negara dan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, karena mereka mencuri cadangan minyak negara!" tandas Gawik.
Koordinasi Tindak Lanjut
Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo, menyatakan bahwa DPRD dan Pemkab serta Aparat Penegak Hukum (APH) akan segera menggelar rapat koordinasi untuk menyikapi kondisi tersebut. Ia meminta agar aktivis FBS berani melaporkan dugaan tindak pidana khusus pengeboran migas ilegal jika sudah memiliki bukti yang cukup.
"Kita akan sikapi ini sungguh-sungguh. Kita akan gelar rapat dengan Pemkab, dan APH yaitu Kepolisian Resort Blora untuk membuat rekomendasi. Laporannya ke APH, berani nggak FBS melaporkannya?" tanya politisi dari Desa Gempol, Kecamatan Jati ini.
Komitmen Melaporkan
Mendengar tantangan tersebut, aktivis FBS spontan menyatakan siap melaporkan dugaan pengeboran migas ilegal di Plantungan dan Soko sambil meneriakkan yel-yel "tutup Plantungan" berkali-kali dengan serentak. Menurut Iwan Seken, pihaknya sudah mengumpulkan bukti-bukti tindak pidana tersebut, termasuk salinan Perkades, surat pemberitahuan dari Pertamina EP, kesaksian orang, foto, video, dan peralatan yang ada di lokasi.
"Kita punya banyak bukti untuk melaporkan tindak pidana tersebut ke APH. Kita siap laporkan segera, semua pengeboran ilegal harus ditutup!" ujarnya tegas.