IGA, Kado Manis atau Cermin yang Belum Jujur untuk Blora?
Blora baru aja dapat kado ulang tahun yang super manis: Innovative Government Award (IGA) 2025. Ini bukan penghargaan receh—ini mah level nasional, dikasih langsung sama Kemendagri buat daerah yang dinilai paling niat dan paling berhasil ngegas inovasi pemerintahan. Tiga tahun beruntun pula. Kedengarannya wow banget, kan?
Tapi, seperti biasa… ya kita tetap kudu nanya,
"Inovasi ini beneran terasa di akar rumput, atau cuma kinclong di laporan dan panggung seremoni?"
1. IGA, Prestasi atau Repetisi?
Blora udah tiga kali masuk jajaran kabupaten terinovatif. Ini jelas prestasi administratif yang nggak semua daerah bisa dapet. Dari 500-an sekian kabupaten/kota, bisa masuk 20 besar itu bukan main.
Namun, kalau penghargaan ini hadir tiap tahun dengan pola yang mirip—nama yang mirip, inovasi yang mirip—wajar dong muncul pertanyaan,
apa inovasinya beneran sustain tiap tahun… atau cuma diulang-ulang di dokumen penilaian?
Tradisi lama mengajarkan kita satu hal, yang penting bukan sering menang, tapi pengaruh nyata buat rakyat. Hadiah itu soal seremoni; dampak itu soal kehidupan sehari-hari.
2. SIKEP, Keren di Atas Kertas, Tapi Kerasa Nggak?
SIKEP digambarin sebagai sistem real-time, terintegrasi, modern banget. Jujur, kalau bener-bener jalan, ini game changer. Pemerintah bisa gercep, transparan, dan akuntabel.
Tapi ya, kita semua tahu,
digitalisasi di daerah sering tegak di server, tapi tumbang di lapangan.
-
OPD sudah pakai datanya secara serius?
-
Keputusan berbasis dashboard itu beneran terjadi?
-
Masyarakat bisa akses transparansinya atau cuma internal doang?
Tanpa itu, SIKEP cuma jadi “IT-nya pemerintah daerah” yang tampil kece pas presentasi tapi nggak ngefek ke pelayanan publik.
3. BU DESI PLUS, Formula Lama dalam Kemasan Baru?
Program pengendalian inflasi berbasis kolaborasi—Pemkab, BUMD, Bulog, petani, pelaku usaha. Kedengerannya rapi banget, textbook banget.
Cuma masalahnya, harga pangan di lapangan itu sering bandel.
Kalau program ini beneran efektif, logikanya adalah :
-
gejolak harga cabai dan beras makin terkontrol,
-
petani nggak cuma jadi penonton,
-
masyarakat beneran merasakan harga terjangkau,
-
BUMD nggak cuma jadi perantara formalitas.
Tapi apakah sudah demikian? Banyak warga masih ngeluh harga naik-turun tanpa aba-aba. Inovasinya ada, tetapi impact-nya masih tanda tanya besar.
4. Penghargaan Nasional, Tapi Apakah Blora Sudah Nasional dalam Layanan?
Pengakuan dari pusat itu penting, tapi kita tetap hidup dalam realitas lokal:
-
layanan admin kependudukan masih ada antrean panjang,
-
sebagian pelayanan kesehatan masih perlu dibenahi,
-
infrastruktur kampung masih banyak yang butuh disentuh,
-
kemiskinan ekstrem belum sepenuhnya terurai.
Jadi wajar kalau publik mikir,
Penghargaan ini memperlihatkan kemauan berubah, tapi belum tentu membuktikan perubahan itu sudah merata.
5. Bupati Arief, Komitmen Ada, Tapi Publik Butuh Pembuktian
Statement Mas Bupati soal “penghargaan bukan tujuan akhir” itu bener banget, klasik tapi perlu. Karena inovasi itu bukan event tahunan—itu budaya kerja.
Pertanyaannya,
apakah semua OPD punya kultur inovasi, atau cuma beberapa yang aktif?
Kita perlu jujur, seringkali semangat inovasi cuma numpuk di level pimpinan, tapi ngos-ngosan di staf pelaksana. Tradisi lama bilang, “Pemerintahan itu bukan sprint, tapi maraton panjang”—dan maraton butuh konsistensi, bukan euforia sesaat.
6. Garis Bawah, Blora Memang Melangkah, Tapi Belum Menyentuh Semua Sudut
Penghargaan IGA itu tanda bahwa Pemkab Blora ada di jalur yang tepat. Itu fakta.
Tapi jadi daerah terinovatif menurut Kemendagri nggak otomatis bikin Blora terasa inovatif menurut masyarakat.
Dari kacamata kritis, posisi Blora saat ini adalah :
-
Bergerak? Iya.
-
Maju? Jelas.
-
Sudah selesai? Jelas belum.
Tradisi lama ngajari kita buat mikir panjang,
inovasi yang bener itu kesannya bukan dari panggung penghargaan, tapi dari bagaimana rakyat nggak lagi ribet urus layanan, nggak lagi tercekik harga pangan, dan nggak lagi menunggu lama pembangunan masuk desanya.
Selama inovasi belum menyentuh akar rumput secara menyeluruh, penghargaan hanyalah stempel niat baik—bukan bukti absolut keberhasilan.

