Monumen Soetardjo Sebagai Ikon Sejarah dan Inspirasi Generasi Muda

Soetardjo Kartohadikoesoemo yang terkenal dengan Petisi Soetardjo pernah menjadi Camat Sambong
Soetardjo Kartohadikoesoemo yang terkenal dengan Petisi Soetardjo pernah menjadi Camat Sambong

Blora,- Pendirian monumen, apalagi dalam bentuk patung manusia, seringkali memicu kontroversi. Sebagian masyarakat keberatan karena mereka menganggap patung sebagai bentuk berhala yang bertentangan dengan norma agama mereka. Di sisi lain, sebagian masyarakat lain menganggapnya wajar dan sebagai media untuk menghormati jasa pahlawan yang telah gugur, serta memotivasi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.

Monumen Soetardjo sebagai Ikon Kecamatan Sambong dan Media Pembelajaran

Ide pendirian Monumen Soetardjo Kartohadikoesoemo, seorang pahlawan pergerakan nasional yang pernah menjabat sebagai Camat Sambong Kabupaten Blora, pun tak luput dari kontroversi. Bagi para pendukung ide ini, Monumen Soetardjo yang terkenal dengan Petisi Soetardjo tidak hanya dapat dijadikan ikon Kecamatan Sambong, tetapi juga sebagai media pembelajaran bagi generasi penerus bangsa. 

Monumen ini diharapkan dapat memotivasi mereka untuk berbuat lebih banyak bagi kemajuan diri, keluarga, wilayah, bangsa dan negara.

Mengenal Sosok Soetardjo Kartohadikoesoemo

Soetardjo Kartohadikusumo (22 Oktober 1890 - 20 Desember 1976) adalah seorang politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat pertama pada tahun 1945. Ia juga dikenal karena Petisi Soetardjo tahun 1936.

Masa Muda dan Pendidikan:

  • Lahir pada 22 Oktober 1890 di desa Kunduran, Blora.
  • Anak keenam dari delapan bersaudara.
  • Ayahnya, Kartoredjo, adalah seorang bupati di Tuban.
  • Memulai pendidikan di Europeesche Lagere School (sekolah dasar) pada usia 8 tahun.
  • Melanjutkan studi di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (sekolah untuk birokrat pribumi) di Magelang.
  • Bergabung dengan Budi Utomo dan menjadi ketua kantor lokalnya.

Karir dan Kiprah:

  • Tahun 1911, ditunjuk sebagai asisten juru tulis di kantor Residen Rembang.
  • Pindah ke kantor kabupaten Bojonegoro dan kemudian Blora, menjabat sebagai asisten wedana antara tahun 1913 dan 1921.
  • Mengikuti Bestuurschool (sekolah pamong praja) di Batavia antara tahun 1919 dan 1921.
  • Pada tahun 1924, dipromosikan menjadi asisten wedana (Camat) Sambong di Blora.
  • Tahun 1929, menjadi Wakil Bupati Gresik.
  • Tahun 1931, diangkat menjadi anggota Volksraad, mewakili birokrat pribumi.
  • Menjadi ketua Persatuan Pegawai Bestuur Bumiputra (asosiasi birokrat pribumi).
  • Tahun 1936, mengajukan Petisi Soetardjo yang menyerukan otonomi pribumi yang lebih besar di Hindia Belanda.

Peran di Masa Penjajahan dan Kemerdekaan:

  • Ditunjuk sebagai residen Jakarta pada tahun 1943.
  • Menjadi anggota BPUPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
  • Memiliki pangkat dalam PETA (Pembela Tanah Air).
  • Tahun 1945, menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
  • Menganjurkan konsep Indonesia Raya di BPUPK.
  • Ditunjuk sebagai gubernur Jawa Barat pada tanggal 6 September 1945.
  • Menjadi wakil ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
  • Menjadi ketua Palang Merah Indonesia antara tahun 1946 dan 1948.
  • Bergabung dengan DPR setelah revolusi.
  • Ditunjuk sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung), kemudian menjadi ketuanya.
  • Wafat pada tanggal 20 Desember 1976 di Jakarta.

Monumen Soetardjo untuk Warisan Sejarah dan Inspirasi Masa Depan

Monumen Soetardjo bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda untuk meneladani semangat perjuangan dan pengabdian Soetardjo. Dengan mempelajari sejarah dan kiprahnya, generasi muda dapat belajar tentang pentingnya nasionalisme, demokrasi, dan pengabdian kepada bangsa dan negara.

Monumen ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus berkarya dan berbakti demi kemajuan bangsa Indonesia.