Ketika Kantor Imigrasi Dibangun oleh Mereka yang Pernah Duduk di Tanah yang Sama
Di balik rencana pendirian Kantor Imigrasi Kelas I TPI di Blora, terselip satu hal yang tidak bisa diabaikan: pembangunan ini bukan sekadar agenda negara. Ia adalah sambung rasa antara mereka yang kini duduk di kursi kuasa yang dulu sama-sama duduk di tanah yang sama, ngerasain kopi dan lontong tahu di warung yang sama, hingga diskusi soal nasib kampung halaman di bawah pohon trembesi.
Menteri Imipas adalah kakak dari teman seperjuangan kami. Bupati Blora, dulunya adik lifting sendiri. Wakil Bupati, kakaknya kawan satu tim kami. Maka ketika kami menulis ini, bukan karena jauh. Justru karena kami merasa cukup dekat untuk menyuarakan harapan yang tidak basa-basi.
✈️ Kami Apresiasi...
Kami tahu tidak mudah membangun institusi imigrasi di daerah. Itu langkah besar. Maka ketika Pak Menteri bilang, “Blora akan punya Kantor Imigrasi Kelas I TPI,” kami angkat topi.
Bukan hanya karena itu membanggakan secara administratif, tapi karena itu menunjukkan bahwa Kawasan Cepu Raya tidak lagi dianggap sebagai pelengkap peta, melainkan simpul strategis ekonomi dan layanan negara.
🧠Tapi Kami Juga Berani Menitipkan Catatan...
Karena kami bukan tim hore, dan karena cinta kami bukan euforia semalam:
-
Bangun SDM-nya, bukan hanya gedungnya.
Apa gunanya TPI kalau pelayanannya lambat dan komunikasinya bertele-tele? -
Rangkul warga sekitar, bukan hanya pengusaha luar.
Kantor ini harus jadi berkah bagi tukang parkir, pemilik warung, pengrajin, hingga anak SMK yang magang. Jangan jadi zona steril bertembok tinggi. -
Perlu pengawasan masyarakat lintas kabupaten.
Rembang, Tuban, Bojonegoro, Grobogan, Ngawi — mereka harus merasa bahwa kantor ini juga milik mereka. Jangan sampai Blora dianggap monopoli layanan.
❤️ Karena Kami Percaya...
Kalau yang membangun adalah orang-orang yang lahir dari tanah yang sama, mereka akan ingat bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari jumlah batu bata yang tersusun, tapi dari berapa banyak rakyat kecil yang merasa dilibatkan dan dilayani.
Kami tidak menyambat karena pesimis, tapi karena kami percaya bahwa kebaikan harus dikawal, bukan diserahkan begitu saja pada arus birokrasi.
Blogger Kawasan Cepu Raya
“Menulis bukan karena ingin terkenal, tapi karena ingin daerah ini tak lupa jalan pulangnya.”