Daripada hanya bernarasi di WA Grup, lebih baik menulis blog, Menunda Demensia

Seorang kakek di Cepu menulis harian di buku tulis sebagai latihan otak untuk menjaga ingatan dan melawan pikun

Suatu siang di warung kopi di sudut Cepu, seorang bapak-bapak bercerita tentang temannya yang dulunya aktif di organisasi desa, kini sering lupa nama cucunya sendiri. Usia emang gak bisa bo'ong Bro...! Bahkan,

"Katanya pikun, tapi kok cepat banget ya?" 

Fenomena itu bukan cuma terjadi di pelosok desa Cepu Raya, tapi sudah menjadi perhatian global. Penyakit demensia—termasuk Alzheimer—semakin banyak menjangkiti masyarakat lansia, bahkan di usia produktif awal. Data dari WHO tahun 2023 menyebutkan bahwa sekitar 55 juta orang di dunia hidup dengan demensia, dan jumlah ini diprediksi akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.

Di Indonesia, menurut data Riskesdas (2018) dan diperkuat data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah penderita demensia terus meningkat seiring dengan bertambahnya harapan hidup masyarakat.

Yang jadi soal adalah,

Apa kita hanya pasrah?
Atau masih bisa mencegah?

Nah, ternyata... salah satu cara sederhana yang bisa dilakukan siapa saja, di mana saja—bahkan hampir tanpa biaya—adalah menulis. Tapi bukan sembarang menulis. Menulis rutin, bisa dalam bentuk jurnal harian, cerita pendek, bahkan blog pribadi.

Neuroplastisitas dan Aktivitas Menulis

Kata Dokter Dewi Puskesmas Sambong, ada yang namanya konsep neuroplastisitas, yakni kemampuan otak untuk beradaptasi, membentuk koneksi baru, bahkan memperbaiki diri. Dan ternyata benar, dalam jurnal ilmiah Frontiers in Psychology (2019), disebutkan bahwa kegiatan menulis melibatkan aktivasi bagian-bagian penting otak yang mengatur memori, logika, emosi, dan bahkan koordinasi motorik halus.

Menulis bukan cuma menggerakkan tangan.
Menulis itu juga menggerakkan otak.

Apalagi kalau ditambah berpikir, merefleksi, dan mengolah kata. Blog, misalnya, bisa menjadi alat luar biasa untuk menjaga otak tetap aktif dan tajam.

Pada penelitian Dr. James Pennebaker dari University of Texas menyimpulkan bahwa menulis ekspresif—yakni menulis tentang pengalaman pribadi secara rutin— dipercaya memberikan efek penurunan stres, peningkatan imun, dan fungsi kognitif yang lebih baik bagi lansia.

Lebih lanjut, studi dari Columbia University (2020) mengungkap bahwa aktivitas menulis harian, termasuk blogging ringan, bisa menstimulasi kerja hippocampus—bagian otak yang paling sering diserang demensia.

Daripada ‘Nyetatus’ di Grup WA, Kenapa Gak Sekalian Ngeblog?

Di desa maupun kota di Blora, tidak jarang kita jumpai bapak dan ibu yang aktif di grup WA, bahkan tiap hari melemparkan narasi panjang, entah soal keluarga, tentang kopi stasiun, kenangan masa kecil, atau bahkan cerita politik. Sayangnya, semua itu lenyap begitu saja. Tenggelam dalam percakapan grup yang cepat berganti.

Padahal, itu semua adalah kekayaan narasi.

Cerita-cerita itu bisa diabadikan. Bisa dibaca ulang oleh anak-cucu. Bahkan bisa jadi warisan budaya lokal yang memperkaya literasi generasi penerus Kabupaten Blora.

Ngeblog gak hanya buat anak muda Ciaaahh.... Justru saat usia mulai matang (kalau gak boleh ngomong 'tuwirrr', ngeblog bisa menjadi terapi mental dan alat merawat ingatan. Menulis blog juga memberi rasa pencapaian, kepuasan batin, penghargaan terhadap diri sendiri dan motivasi hidup yang lebih tinggi.

Tips Memulai Menulis Harian, Gak Harus Hebat, Cukup Konsisten

Banyak yang bilang, “Aku ini gak bisa nulis! Bisaku ya public speaking doang”

Padahal menulis itu kayak pas bantu mamah isah-isah piring, nyapu halaman, yang penting dikerjakan tiap hari, lama-lama terbiasa juga.

Berikut beberapa tips ringan agar siapa pun bisa memulai :

  1. Sediakan waktu 10 menit setiap hari.
    Tidak harus panjang. Yang penting rutin. Bisa pagi setelah subuh, atau malam sebelum tidur.
  2. Tulis apa saja yang kamu pikirkan.
    Tentang cucu, tentang harga cabai, tentang masa kecil, tentang tetangga. Bebas. Tulisan pribadi tidak harus sempurna.
  3. Gunakan media sederhana.
    Kalau belum bisa ngeblog, bisa tulis di buku. Tapi kalau bisa, buat akun blog di platform media blogging gratis seperti Blogspot atau WordPress. Atau minta anak/cucu bikinin.
  4. Jangan takut typo atau salah grammar.
    Ini tidaklah soal gaya bahasa, tapi tentang keberanian menyusun cerita dan menjaga otak tetap aktif.
  5. Berikan judul menarik.
    Misal: “Kisah Mbah Karti Ketemu Sundel Bolong di Kali Lusi” atau “Kenangan Sayur Lompong dan Cinta Pertama”. Biar seru dibacanya.

Lawan Dimensia Sejak Dini

Demensia bukan takdir. Bisa ditunda, dicegah, dan dilawan—dengan aktivitas sederhana yang kita lakukan tiap hari. Menulis adalah salah satu senjata pamungkasnya.

Bayangkan kalau setiap warga di Kawasan Cepu Raya menulis 1 cerita seminggu. Dalam setahun kita punya ribuan narasi lokal yang gak hanya jaga ingatan pribadi, tapi juga akan terhitung menjaga sejarah Kabupaten Blora.

Daripada hanya mengirim voice note di grup WA atau saling forward meme politik yang bikin lelah, lebih baik duduk sebentar, tulis satu cerita, dan simpan di blog. Itu akan terasa jauh lebih bermakna.

Catatan untuk Blogger Blora dan Kawasan Cepu Raya

Wokeee... Kalau kamu tinggal di Sambong, Cepu, Kedungtuban, Kradenan, Randublatung, atau Jati, dan pengin mulai ngeblog tapi bingung dari mana, bisa bentuk komunitas Blogger Cepu Raya. Kita bisa saling bantu. Saling baca. Saling menguatkan. Bukankah itu terasa menentramkan hati, menghias sanubari yang mungkin pernah dilanda lara hati.

Mulai saja dari satu kalimat.
Satu kenangan.
Satu tulisan.
Itu cara paling sederhana melawan lupa.
Melawan sepi.
Melawan hilangnya jejak kita dari peradaban dunia.

Referensi Ilmiah dan Kajian Pendukung

  1. WHO (2023). Dementia Fact Sheets. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia
  2. Pennebaker, J.W. (1997). Writing about Emotional Experiences as a Therapeutic Process.
  3. Frontiers in Psychology (2019). The Cognitive Neuroscience of Writing.
  4. Columbia University Irving Medical Center (2020). Cognitive Stimulation and Hippocampal Function.
  5. Riskesdas Kemenkes RI (2018). Profil Kesehatan Nasional.