Sinergi Tiga Lembaga di Blora Hadirkan Harapan Baru bagi Difabel di Todanan

Ketua JPKP Blora bersama Sutrisno saat penyerahan kaki palsu di Desa Gunungan, Todanan – ekspresi haru menyelimuti momen sederhana itu

Di tengah geliat kerja nyata Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Nasional Kabupaten Blora, sebuah kisah penuh haru dan harapan kembali hadir dari ujung barat Kabupaten Blora. Tak hanya bergerak di wilayah padat seperti Kawasan Cepu Raya, jaringan ini kini telah merambah hingga pelosok desa, seperti Desa Gunungan, Kecamatan Todanan.

Adalah M. Sutrisno, seorang warga RT 003 RW 001 di desa tersebut, yang menjadi saksi hidup dari makna solidaritas dan ketulusan pelayanan publik yang sesungguhnya. Kecelakaan kerja membuat Sutrisno kehilangan salah satu kakinya. Sejak saat itu, hidupnya berubah total. Aktivitas sehari-hari yang semula ringan, berubah menjadi perjuangan panjang. Namun siapa sangka, di balik keterbatasan itu, semangatnya justru tak pernah surut.

Foto kaki paralon buatan Sutrisno – simbol semangat hidup yang tak pernah padam

Alih-alih menyerah, Sutrisno memilih untuk tetap melanjutkan hidup. Dengan tekad kuat, ia menyambung kakinya sendiri menggunakan pipa paralon. Sebuah solusi darurat, namun menjadi bukti nyata betapa gigihnya seorang kepala keluarga mempertahankan martabat hidup. Meskipun alat bantu itu tidak nyaman dan menyakitkan, dia tetap berdiri, melangkah, dan bertahan.

Cerita ini akhirnya sampai ke telinga JPKP Nasional Kabupaten Blora. Melalui salah satu anggota keluarganya, Sutrisno mengadu. Tak butuh waktu lama, Ketua JPKP Nasional Kabupaten Blora, Nenes, langsung mengambil inisiatif. Jumat, 4 Juli 2025, di sekretariat JPKP Blora, ia menceritakan bagaimana pihaknya segera melakukan home visit, mengurus kelengkapan administrasi, dan menyatukan kekuatan.

Langkah konkret pun diambil. JPKP Blora menggandeng dua lembaga lain, yaitu BAZNAS Kabupaten Blora dan Lembaga Kaki Tangan Palsu Difabel Blora Mustika (LKTP-DBM). Dalam waktu relatif singkat, fasilitasi kaki palsu bagi Sutrisno pun berhasil diwujudkan.

Sutrisno bersama Pengurus Lembaga Kaki Tangan Palsu Difabel Blora Mustika

"Ini bukan soal bantuan semata, tapi tentang memberi kembali arti hidup bagi saudara kita yang kehilangan arah. Semangat Mas Sutrisno adalah inspirasi, dan kami hanya menjadi jembatan agar ia bisa kembali melangkah, secara harfiah maupun batiniah," tutur Nenes penuh empati.

Sinergi ini memang tidak bisa dipandang remeh. BAZNAS Blora turut mengambil peran dalam pembiayaan, sementara LKTP-DBM — lembaga lokal yang selama ini dikenal dekat dengan komunitas difabel — menjadi eksekutor teknis penyediaan dan pemasangan kaki palsu. Tiga nama disebut secara khusus oleh Nenes dalam proses ini, Sigit, Sony, dan Arief. Ketiganya, menurutnya, menjadi penggerak penting di balik proses yang awalnya terasa sulit, menjadi lebih ringan dan bahkan menyenangkan.

"Tanpa mereka, proses ini tentu jauh lebih berat. Tapi ketika masing-masing pihak mau bersinergi, keajaiban kecil seperti ini bisa terwujud," lanjut Nenes.

Kini, Sutrisno tak lagi harus bersusah payah berjalan dengan paralon. Ia punya kaki palsu yang layak. Ia punya harapan baru untuk kembali menata hidup, dan yang terpenting, ia tahu bahwa dirinya tidak sendiri. Masih banyak yang peduli. Masih banyak yang siap berdiri bersama, meski dalam diam dan tanpa pamrih.

Kisah ini menjadi bukti bahwa ketika kebijakan publik tak sekadar tinggal di atas meja, tapi benar-benar menyentuh masyarakat, maka hasilnya bukan hanya statistik atau pencitraan. Tapi senyum nyata, air mata haru, dan langkah kaki pertama dari seseorang yang sempat merasa tak lagi mampu berdiri.