Dinsos P3A Blora Dampingi Kasus Perundungan di SMP, Tekankan Pemulihan Psikologis Anak
Pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) turun langsung menangani kasus dugaan perundungan yang terjadi di salah satu SMP di wilayah Blora. Langkah cepat ini menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam melindungi hak-hak anak, baik korban maupun pelaku, agar tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh dukungan.
Kepala Dinsos P3A Kabupaten Blora, Luluk Kusuma Agung Ariadi, menyatakan bahwa pihaknya telah menurunkan tim pekerja sosial untuk melakukan asesmen awal. Tim tersebut ditugaskan menggali kondisi psikologis korban, pelaku, serta dinamika lingkungan sekolah dan keluarga.
“Kami ingin memastikan bahwa anak-anak yang terlibat tidak hanya diamankan, tapi juga dipulihkan. Fokus kami adalah pemulihan psikologis anak dan pembinaan karakter bagi seluruh pihak,” ujar Luluk di Blora, Sabtu (9/11).
Pendampingan Psikososial dan Mediasi Kemanusiaan
Menurut Luluk, Dinsos P3A bersama Dinas Pendidikan, Unit PPA Polres, dan pihak sekolah telah berkoordinasi untuk membangun proses penanganan yang humanis. Pendekatan yang diambil bukan hanya sanksi, tapi juga pemulihan hubungan sosial antar anak agar tidak tumbuh dendam atau rasa takut yang berkepanjangan.
“Kami terjunkan pekerja sosial untuk mendampingi proses mediasi. Kami tidak ingin anak-anak membawa trauma ini sampai dewasa. Mereka perlu belajar bahwa konflik bisa diselesaikan dengan empati dan dialog,” jelasnya.
Dinsos P3A juga tengah menyiapkan program follow-up berupa bimbingan kelompok dan sesi terapi ringan di sekolah, yang melibatkan guru BK dan orang tua siswa. Tujuannya agar iklim sosial sekolah kembali sehat dan produktif.
Sekolah Bukan Tempat Takut, Tapi Ruang Pulih
Dalam kesempatan yang sama, Luluk menegaskan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi semua anak tanpa terkecuali. Ia menilai perundungan di sekolah adalah fenomena sosial yang tak bisa diselesaikan hanya dengan hukuman, tapi melalui pendekatan pendidikan dan kesejahteraan sosial.
“Sekolah bukan tempat untuk menakut-nakuti, tapi tempat untuk belajar memahami perbedaan. Anak-anak butuh dipandu agar empati dan solidaritas sosialnya tumbuh,” tegasnya.
Membangun Ekosistem Aman bagi Anak
Kasus perundungan di Blora ini dijadikan momentum untuk memperkuat sistem perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Dinsos P3A berencana mengaktifkan kembali jejaring Forum Anak Daerah (FAD) dan mendorong sekolah membentuk Satuan Tugas Ramah Anak di tiap kecamatan.
“Kami ingin setiap sekolah punya sistem pencegahan internal, bukan cuma reaktif kalau sudah viral. Anak harus merasa dilindungi sebelum mereka merasa takut,” ungkap Luluk.
Harapan untuk Masa Depan Anak Blora
Pendekatan yang diambil Dinsos P3A Blora mencerminkan semangat baru: menanggapi perundungan bukan sebagai aib, tapi sebagai cermin sosial yang harus diperbaiki bersama.
Dengan kolaborasi lintas instansi dan keterlibatan orang tua, diharapkan setiap anak yang sempat terlibat dalam kasus ini bisa tumbuh kembali sebagai pribadi yang lebih kuat, sadar diri, dan berempati.
“Tidak ada anak yang terlahir jahat. Mereka hanya perlu dipahami, diarahkan, dan disayangi dengan cara yang benar,” tutup Luluk penuh harap.

