Grek, Aktivis FBS ; Tragedi Sumur Minyak Rakyat Bogorejo Bukti Diabaikannya SOP Keselamatan Kerja
Kebakaran sumur minyak rakyat yang terjadi di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, kembali membuka luka lama masyarakat atas buruknya tata kelola energi di tingkat akar rumput.
Peristiwa yang menelan korban jiwa serta meninggalkan trauma mendalam bagi warga sekitar itu, menurut Grek aktivis Front Blora Selatan (FBS), kebakaran sumur minyak rakyat sejatinya bukanlah musibah alamiah, melainkan akibat dari pengabaian prosedur keselamatan kerja (SOP) yang semestinya menjadi standar mutlak dalam aktivitas pertambangan minyak.
Aktivis FBS, Grek, menilai pemerintah dan pihak-pihak terkait gagal memastikan bahwa sumur-sumur minyak rakyat dikelola dengan standar keselamatan yang layak. Ia menyebut bahwa tragedi di Gandu Bogorejo adalah bom waktu yang akhirnya meledak, karena dari awal tidak ada upaya serius menegakkan regulasi keselamatan.
“SOP keselamatan kerja itu bukan sekadar formalitas di atas kertas. Ia adalah jaminan hidup pekerja. Ketika SOP diabaikan, yang terbakar bukan hanya sumur, tapi juga nyawa dan masa depan masyarakat. Kebakaran di Gandu Bogorejo adalah bukti kelalaian sistematis,” tegas Grek dalam keterangannya kepada media.
SOP yang Seharusnya Diterapkan
Lebih jauh, Grek menguraikan beberapa SOP dasar yang seharusnya diterapkan dalam aktivitas pengeboran maupun pengelolaan sumur minyak rakyat, namun seringkali diabaikan.
Lokasi pengeboran wajib memiliki peralatan pemadam kebakaran yang memadai. Pekerja wajib menggunakan helm, pakaian tahan api, sarung tangan, serta pelatihan evakuasi rutin. “Di lapangan, pekerja bahkan hanya memakai sandal jepit,” Pemerintah daerah bersama ESDM seharusnya melakukan inspeksi berkala. Namun pengawasan ini hampir nihil, sehingga sumur-sumur rakyat berjalan tanpa kendali.
Kritik Tajam: Pemerintah Datang Setelah Korban Berjatuhan
Menurut Grek, pola yang terjadi selalu sama: pemerintah baru bergerak setelah api membakar dan korban jatuh. Ia menyamakan pemerintah dengan pemadam kebakaran yang hanya datang saat musibah, tanpa ada upaya pencegahan sebelumnya. “Rakyat dibiarkan bekerja di bawah risiko maut setiap hari. Begitu kebakaran terjadi, barulah ada aparat, barulah ada pejabat bicara. Padahal seharusnya langkah pencegahan jauh lebih penting,” sindirnya.
Grek mendesak agar pemerintah tidak lagi menutup mata. Ada beberapa poin yang bisa di lakukan para pemangku kebijakan, seperti ;
1. Penutupan sementara sumur ilegal yang tidak sesuai SOP, hingga ada perbaikan standar keselamatan.
2. Legalisasi terbatas bagi sumur rakyat dengan syarat ketat: SOP keselamatan wajib, diawasi, dan dilengkapi sarana darurat.
3. Keterlibatan Pertamina dalam pengawasan teknis dan distribusi hasil minyak rakyat, agar tidak ada lagi praktik asal-asalan di lapangan.
4. Edukasi dan pelatihan keselamatan kerja bagi para penambang rakyat, sehingga mereka memahami risiko dan cara penanganannya.
Tragedi yang Tidak Boleh Terulang
Grek menegaskan bahwa peristiwa di Gandu Bogorejo harus menjadi titik balik. Jika tidak ada langkah serius, tragedi serupa akan terus berulang, dan rakyat kecil akan selalu menjadi korban.
Seperti memutar ulang timeline pra peristiwa, Grek mengingatkan, "Seharusnya sebagai langkah mitigasi, tentunya Kades melakukan monitoring secara kontinyu. Gak mungkin Kades nggak tahu kalau ada warganya yang menambang minyak ilegal di wilayahnya."
"Atau? Jangan-jangan Kades ada di belakangnya? Bersembunyi di ketiak warga, ketika ada masalah?" ungkap Grek dengan nada retoris.
“Setiap nyawa yang hilang adalah bukti kegagalan negara hadir untuk rakyatnya. Kami di FBS tidak akan diam. Kami akan terus bersuara agar tata kelola sumur minyak rakyat sesuai dengan standar keselamatan, demi mencegah darah rakyat kembali tertumpah,” pungkas Grek dengan nada tajam.
(Xcrot)