-->

Apa Itu Jati Diri Brimob?

Puluhan Eks Brimob yang bertugas di Polres Blora

Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh distraksi—di mana orang bisa lupa sama hal penting hanya gara-gara scroll video 5 detik—ada satu hal yang justru terasa makin relevan, yaitu, jati diri. Dan ketika kita bicara tentang Brimob, istilah “jati diri” bukan cuma slogan tempelan di dinding markas atau kalimat yang dibacakan waktu upacara. Ia adalah identitas yang dibentuk dari sejarah panjang, pengorbanan, solidaritas, dan nilai pengabdian yang nggak bisa dipalsukan.

Tapi… apa sih sebenarnya jati diri Brimob itu?
Dan kenapa ia tetap hidup bahkan ketika anggotanya sudah pindah tugas, pulang kampung, atau bahkan pensiun?

Ayo kita kupas pelan-pelan, sambil tetap chill kayak ngobrol di warung kopi pojokan alun-alun Blora.


1. Jati Diri Adalah “Siapa Kita Ketika Tidak Ada yang Lihat”

Buat Brimob, jati diri bukan soal gaya baris-berbaris. Bukan soal lencana kinclong, bukan juga soal seragam yang bikin orang otomatis tegang.
Jati diri itu muncul ketika mereka sendirian, tanpa sorotan, tanpa kamera, tanpa atasan.

Ia muncul dalam bentuk,

  • disiplin yang tetap nempel, meski tugasnya sekarang bukan lagi masuk hutan atau negosiasi massa;

  • keberanian mengambil keputusan sulit tanpa menunggu perintah;

  • solidaritas yang bikin mereka tetap datang kalau ada rekan kena musibah, walau cuma bantu nyiapin air minum.

Jati diri Brimob adalah karakter.
Dan karakter itu… tidak bisa dilepas.


2. Warisan dari Masa Ketika Negara Masih Belum Kokoh

Untuk memahami kenapa jati diri Brimob kuat, kita harus menoleh sedikit ke belakang. Korps Brimob lahir di tengah masa penuh kekacauan, saat Republik masih seumur jagung, ketika ancaman datang dari segala arah. Di masa itu, tidak ada kenyamanan. Tidak ada fasilitas yang memadai. Yang ada cuma tekad dan keberanian.

Warisan mental di zaman sulit itu menempel ke generasi berikutnya,
“Kalau negara tidak punya apa-apa, kita tetap punya dedikasi.”

Makanya eks Brimob yang sekarang kerja di unit administrasi atau pelayanan masyarakat masih memegang etos yang sama, kerja itu kehormatan, bukan cuma kewajiban.


3. Esensi Jati Diri, Disiplin, Korsa, dan Kesiapsiagaan

Tiga pondasi besar jati diri Brimob,

a. Disiplin yang Tidak Menunggu Disuruh

Bukan tipe disiplin yang sok tegas, tapi disiplin yang sunyi—yang dipupuk dari pengalaman di lapangan.
Masuk tepat waktu, selesai tepat waktu, dan nggak meninggalkan kerjaan setengah jadi.

b. Jiwa Korsa yang Tidak Bisa Diredam

Ini poin paling khas.
“Sekali Brimob, tetap Brimob” bukan hanya kata manis yang enak diucap pas upacara. Ia adalah perasaan “aku tidak akan ninggalin kamu” kepada sesama anggota dan kepada masyarakat.

Dan jiwa korsa itu… ternyata lebih kuat dari mutasi jabatan.

c. Siap Hadapi Risiko, Bukan Drama

Di dunia yang makin drama—di mana hal kecil gampang jadi heboh—Brimob memiliki mental yang stabil. Dilatih untuk tetap tenang dalam situasi yang banyak orang bakal panik.


4. Yang Menarik, Jati Diri Itu Tidak Hilang Meski Seragam Diganti

Inilah yang paling kerasa di acara tasyakuran Brimob Blora kemarin.

Eks Brimob yang sudah bertugas di berbagai fungsi Polres Blora datang dengan seragam berbeda, jabatan berbeda, beban kerja berbeda.
Tapi pas jati diri Brimob diucapkan, suara mereka menyatu, lantang, sama kuatnya seperti dulu.

Kenapa bisa begitu?

Karena jati diri itu bukan barang yang tinggal di markas lama.
Ia ikut pindah ke meja pelayanan, ke ruang SPKT, ke bagian perencanaan, ke satuan lalu lintas, ke fungsi pembinaan.

Ia melekat di dada—bukan di pundak baret.


5. Jati Diri Ini Penting Bagi Masyarakat Blora. Serius.

Blora adalah kabupaten yang khas, luas, beragam, punya desa yang jauh dari pusat, punya hutan, punya jalur antarprovinsi, dan punya dinamika sosial yang rumit.

Di daerah seperti ini, hadirnya aparat yang punya jati diri kuat berpengaruh langsung ke masyarakat.

Karena ketika orang datang minta bantuan, yang mereka butuhkan bukan cuma administrasi, tapi,

  • orang yang amanah,

  • orang yang tangguh mental,

  • orang yang nggak gampang tersinggung,

  • dan orang yang tetap memanusiakan manusia meski dalam tekanan.

Itulah kenapa eks Brimob—yang sudah “jadi apa saja” sekarang—tetap diharap jadi role model.

Kapolres Blora AKBP Wawan bahkan menegaskannya,

“Eks Brimob harus tetap menjadi teladan, menjaga nama baik Korps Brimob dan Polres Blora, serta memberi kontribusi positif sesuai kapasitas tugasnya.”

Bahasa gampangnya,
“Dimanapun kamu ditempatkan, bawa nilai-nilaimu.”


6. Jati Diri Brimob adalah Ketegasan yang Berwatak Humanis

Kadang orang lihat Brimob itu keras. Ya, benar, keras ketika harus keras.
Tapi satu hal yang sering luput dibahas, Brimob dilatih untuk menempatkan kekuatan pada porsinya.

Mereka tahu kapan harus tegas, kapan harus menenangkan, dan kapan cukup mendengar.

Nilai paling halus ini justru yang paling dibutuhkan di pelayanan publik modern,
ketegasan yang tidak meniadakan empati.


7. Jati Diri Itu Hidup Selama Masih Dijaga

Tumpeng yang dipotong Kapolres dan diberikan kepada Kabagren AKP Haryono di acara tasyakuran kemarin bukan sekadar simbol syukur.
Ia adalah tanda bahwa nilai harus diwariskan dan dijaga bersama.

Dan di tengah tawa, obrolan, serta nostalgia dalam acara itu, satu hal jadi jelas,

Jati diri Brimob tidak sedang diperingati. Ia sedang dihidupkan kembali.


Akhir Kata, Jati Diri Brimob Itu Sederhana, tapi Dalam

Kalau harus diringkas, jati diri Brimob adalah,

“Keteguhan untuk mengabdi, bahkan ketika tugas sudah berubah.”

Ia bukan warisan seragam.
Ia bukan milik markas atau pangkat.
Ia adalah karakter yang tetap bekerja meski tidak dilihat orang.

Dan selama nilai itu masih dipeluk oleh para eks Brimob di Blora maupun di mana saja mereka bertugas, masyarakat akan selalu merasakan manfaatnya—entah lewat keamanan, pelayanan, atau sekadar keteladanan kecil sehari-hari.

Karena pada akhirnya…
sekali Brimob, tetap Brimob.