Paripurna DPRD Blora, KUA-PPAS 2026 dan Tantangan Swasembada Pangan
Rabu, 6 Agustus 2025, DPRD Kabupaten Blora menggelar rapat paripurna penyampaian Rancangan KUA-PPAS APBD 2026, dipimpin Ketua DPRD Mustopa, S.Pd.I. Dalam acara yang dihadiri Bupati Arief Rohman, Forkopimda, dan OPD ini, sekaligus dilantik Ir. H. Setya Utama, M.M. sebagai PAW menggantikan alm. Ahmad Labib Hilmy.
Bupati memaparkan kondisi ekonomi Blora yang masih ditopang sektor pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, dan perdagangan. Fokus kebijakan 2026 mengarah pada Pemantapan Kabupaten Blora sebagai Kawasan Swasembada Pangan, dengan prioritas penguatan agribisnis, pengendalian inflasi, peningkatan kualitas tenaga kerja, dan penurunan kemiskinan.
Antara Dokumen Anggaran dan Arah Pembangunan
Kalau dibaca sekilas, KUA-PPAS 2026 ini terlihat seperti “paket formal” tahunan yang memang rutin disusun tiap tahun. Tapi, kalau kita mau bongkar lebih dalam, ada beberapa poin menarik yang bisa jadi indikator arah politik dan ekonomi Blora di 2026.
Pertama, tema “Swasembada Pangan” bukan sekadar jargon. Di tengah ketergantungan Blora pada sektor pertambangan minyak (yang ironisnya tidak dikelola daerah), fokus pada pertanian adalah langkah logis. Kenapa? Karena sektor ini punya kendali penuh di tangan daerah, plus menyerap banyak tenaga kerja.
Kedua, kalau lihat detailnya, Bupati tidak hanya bicara produksi pangan, tapi juga pengendalian inflasi pangan lewat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Ini sinyal bahwa Pemkab sadar persoalan pangan tidak cuma soal tanam dan panen, tapi juga soal harga di pasar.
Pergeseran Arah Ekonomi, Dari Tambang ke Lumbung Pangan?
Blora ini unik. Sumber daya alamnya kaya, tapi hasil besarnya dikuasai pusat. Jadi wajar kalau pemerintah daerah mulai cari pegangan baru, yaitu : agribisnis. Tantangannya, sektor ini butuh :
-
Modernisasi teknologi pertanian
-
Pasar yang stabil untuk petani
-
Penguatan koperasi atau kelembagaan ekonomi desa
Kalau cuma mengandalkan pola lama (subsidi pupuk, bantuan bibit, dan ceremonial panen raya), kita bakal jalan di tempat.
Angka Kemiskinan dan Pengangguran, Membaca di Antara Garis
Bupati menyebut kemiskinan turun tipis dari 11,49% ke 11,42% dalam setahun. Secara statistik, ini kemajuan. Tapi penurunan 0,07% itu ibarat menurunkan berat badan cuma setengah ons — kelihatan, tapi belum signifikan.
Yang agak mengkhawatirkan, tingkat pengangguran terbuka justru naik dari 3,1% ke 3,67%. Ini bisa jadi tanda ada ketidakseimbangan antara penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan jumlah angkatan kerja. Nah, di sinilah relevansi pelatihan tenaga kerja yang disebut di KUA-PPAS. Kalau tidak ada link and match dengan kebutuhan pasar, pelatihan hanya jadi kegiatan seremonial tanpa dampak nyata.
PAW DPRD, Warna Baru atau Sekadar Formalitas?
Pelantikan Ir. H. Setya Utama menggantikan almarhum Ahmad Labib Hilmy mungkin terlihat sekadar prosedur administratif. Tapi jangan salah, komposisi anggota DPRD bisa mempengaruhi dinamika pembahasan APBD.
Kalau Setya Utama punya latar belakang dan jaringan kuat di bidang ekonomi atau pertanian, bisa saja ia jadi motor penggerak percepatan program swasembada pangan. Tapi kalau cuma jadi “pengganti kursi” tanpa inisiatif, ya efeknya minim.
Tantangan Implementasi, Dari Kertas ke Lapangan
Poin-poin KUA-PPAS memang tampak ideal :
-
Penguatan agribisnis
-
Pengendalian inflasi
-
Penurunan kemiskinan
-
Pengembangan ekonomi kreatif
Tapi, realitanya, tantangan di lapangan adalah :
-
Birokrasi berbelit dalam penyaluran anggaran
-
Kurangnya sinkronisasi antar-OPD
-
Peran swasta dan CSR yang belum optimal
-
Kapasitas SDM desa yang belum merata
Kalau masalah ini tidak diurai, target swasembada pangan hanya akan jadi quote manis di dokumen tanpa impact ke petani atau masyarakat kecil.
Kesimpulan, Momentum Menentukan Arah Blora 2026
Paripurna KUA-PPAS 2026 ini bisa dijadikan momen menentukan arah pembangunan Blora lima tahun ke depan, terutama di sektor pangan dan ekonomi kerakyatan.
Kalau Pemkab dan DPRD benar-benar serius, langkah-langkah seperti penguatan agribisnis, pelatihan tenaga kerja, dan pengendalian inflasi bisa jadi pondasi kuat menuju Blora yang lebih mandiri.
Tapi kalau cuma berhenti di tataran rapat dan naskah, ya Blora akan tetap jadi kabupaten yang kaya SDA tapi belum berdaulat secara ekonomi.
Penulis :
Heri ireng
Petani persil yang hobi mengamati Kebijakan Pemkab Blora dan Bojonegoro dari bawah pohon asam jawa.

