-->

GASTRA dan Desa, Harapan Baru atau Tantangan Baru?

Para peserta peluncuran Gerakan Subuh Sejahtera (GASTRA), terdiri dari ASN lintas OPD, tokoh agama, anggota Forkopimda, serta masyarakat umum, berfoto bersama usai sholat Subuh berjamaah di Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora, Minggu pagi (382025)

BLORA – Usai Sholat Subuh berjamaah yang berlangsung khidmat di Pendopo Rumah Dinas Bupati, Minggu pagi (3/8/2025), Pemerintah Kabupaten Blora meluncurkan Gerakan Subuh Sejahtera (GASTRA) — sebuah program yang menggabungkan nilai ibadah dan aksi sosial. Dipimpin langsung oleh Bupati Dr. H. Arief Rohman dan didampingi Wakil Ketua KPK RI, Dr. H. Fitroh Rohcahyanto, program ini diharapkan menjadi langkah awal membangun kesadaran spiritual dan solidaritas sosial di kalangan ASN dan masyarakat luas.

Namun GASTRA tidak berhenti di kalangan ASN. Justru, Bupati secara tegas menyatakan bahwa gerakan ini akan diperluas hingga ke desa-desa dan kelurahan, dengan pelibatan langsung para kepala desa dan lurah sebagai penanggung jawab pelaksanaan.

Pertanyaannya: siapkah desa menerima beban dan peluang baru ini? Mari kita bongkar satu per satu.

💡 Keuntungan Potensial bagi Desa

1. Penguatan Solidaritas Sosial Warga

Dengan sedekah Subuh yang dirutinkan, desa berpeluang membangun kultur gotong royong spiritual. Bantuan bisa langsung menyasar anak-anak yatim, janda tua, buruh tani tanpa sawah, dan tetangga-tetangga yang selama ini luput dari perhatian. Ini program yang menyentuh, apalagi dilakukan dalam sunyi dan keikhlasan dini hari.

2. Peningkatan Peran Keagamaan di Level Lokal

Masjid atau mushola bisa kembali menjadi pusat peradaban desa. Jika Subuh berjamaah rutin diadakan, warga akan makin sering berkumpul, berdialog, bahkan mungkin merancang kegiatan sosial keagamaan lanjutan. Ini bisa memperkuat modal sosial desa.

3. Peluang Pemberdayaan Dana Lokal

Dana infaq yang terkumpul dapat menjadi sumber micro-funding untuk kegiatan sosial yang kecil namun berdampak — seperti membelikan sepatu untuk anak sekolah, sembako untuk janda, atau modal warung untuk warga yang baru kena PHK.

⚠️ Kerugian dan Beban Potensial

1. Beban Administratif Baru Bagi Kepala Desa

Kepala desa bukan hanya mengurus infrastruktur dan data bantuan sosial, tapi sekarang dituntut mengelola gerakan keagamaan dengan potensi keuangan internal. Tak semua desa siap. Apalagi desa-desa yang kepala desanya latar belakangnya teknokrat atau pekerja proyek.

2. Potensi Resistensi Warga

Kalau pendekatannya top-down atau terasa "suruhan pemerintah", bisa jadi warga malah sinis. Ada kekhawatiran bahwa program ini hanya sebatas formalitas atau compliance, bukan gerakan batin.

3. Risiko Konflik Dana dan Transparansi

Pengumpulan dana walau sukarela, tetap butuh sistem yang rapi. Tanpa akuntabilitas, bisa muncul fitnah, tuduhan penyelewengan, bahkan konflik horizontal kalau distribusi bantuan dirasa tidak adil.

🎯 Titik Kritis yang Perlu Diwaspadai

1. Kesiapan Struktur UPZ Desa

Jika desa belum punya Unit Pengumpul Zakat yang terlatih, maka pelaksanaan GASTRA bisa semrawut. Jangan sampai semangatnya tinggi tapi lapangan kacau.

2. Keteladanan Kepala Desa

Kalau kepala desa hanya sekadar "meneruskan perintah", tanpa ikut Subuh berjamaah atau memberi contoh berinfaq, maka program ini bakal mandek di spanduk dan dokumentasi medsos saja.

3. Pengawasan dan Pembinaan dari Kecamatan & BAZNAS

Perlu sistem pendampingan yang jelas. Jika tidak, GASTRA hanya akan menjadi program “ikut-ikutan ASN” yang gagal beradaptasi di ranah desa yang lebih cair, lebih informal, dan penuh dinamika sosial yang unik. Oleh karenanya, pembinaan dari Kecamatan maupun Baznas sendiri sangat diperlukan.

📌 Kesimpulan Awal:

GASTRA adalah ide yang luhur. Tapi, desa adalah dunia yang kompleks — dengan karakter warga yang beragam dan dinamika yang tidak bisa diseragamkan. Bila dilakukan dengan pendekatan participatory dan spiritual yang otentik, GASTRA bisa jadi gerakan akar rumput yang besar. Tapi kalau terlalu birokratis dan formalistik, besar kemungkinan akan tenggelam seperti program-program "templated" lain yang pernah mampir ke desa.